Mengapa yang Berdasi yang Korupsi?
Kerasnya
kehidupan di ibukota bukanlah lagi hal yang dianggap baru. Cukup banyak
tantangan yang harus dihadapi ketika ingin memulai aktivitas di pagi hari
sampai sore atau bahkan hingga malam hari. Padatnya kendaraan di jalan raya,
banyaknya polusi udara, dan cuaca yang panas tak jarang mengiringi aktivitas
kami.
“Bangun nak,
rezekimu akan hilang jika kamu bangun siang”, ucap ibuku sambil
menggerak-gerakkan kakiku.
Aku pun
terbangun dari tidurku. Kemudian merapikan alas tidurku dan mengambil air wudhu
untuk menjalankan ibadah solat subuh. Seperti biasa, aku memulai aktivitasku di
pagi hari. Sebelum aku melangkahkan kakiku untuk mencari ilmu, aku membantu
ibuku membersihkan gelas plastik yang telah dikumpulkan oleh ayahku kemarin.
Ya, ayahku seorang pemulung yang bekerja dari pagi hingga malam hari. Sedangkan
ibuku seorang tukang kuli cuci pakaian. Tidak banyak waktuku untuk dapat
bercerita dengan orangtuaku, karena mereka bekerja seharian untuk dapat
memenuhi kebutuhan kami setiap harinya. Maka, tak jarang aku menyempatkan
diriku untuk bercerita atau bertanya kepada ibuku saat kami membersihkan gelas
plastik.
“Bu, kapan hidup
kita berubah seperti orang-orang yang
berpakaian rapi dan berdasi yang bekerja di gedung tinggi?” tanyaku pada Ibu.
“Suatu saat
nanti jika kamu bersungguh-sungguh ingin seperti itu, kamu akan mendapatkannya.
Sekarang kita harus bersyukur, karena masih banyak orang yang masih kurang baik
kehidupannya dibandingkan kehidupan kita.” Jawab Ibuku
Tidak terasa
matahari sudah mulai terbit dan menyinari istana kecilku. Aku pun berpamitan
kepada Ibu dan Ayah untuk belajar di rumah singgah dekat lingkungan rumahku.
Disana aku diajari oleh dua orang relawan yang memiliki niat yang sangat baik,
mereka adalah Kak Rio dan Kak Davi. Kami diajarkan membaca, menulis, berhitung,
dan pengetahuan umum mengenai negeri ini.
Hari ini tugas
kami adalah membuat sebuah tulisan tentang cita-cita. Aku pun dengan
bersemangat membuat tulisan itu. Setelah kami selesai membuat tulisan, Kak Rio
meminta kami satu per satu membacakannya di depan teman-teman. Dengan antusias,
aku membacakan tulisan yang aku buat.
“Nama saya
Teguh, cita-cita saya ingin menjadi bos. Setiap kali berangkat bekerja saya
harus menggunakan pakaian yang rapi, dasi, dan sepatu hitam yang berkilau. Aku
ingin sekali bekerja di gedung tinggi yang ada di belakang rumahku. Jika aku
bekerja di sana, pasti aku memiliki banyak uang. Aku akan membangun rumah untuk
orang tuaku dan membesarkan sekolah singgah ini agar lebih indah dan nyaman.”
Setelah aku
membacakan tulisanku, teman-temanku memberikan tepuk tangan. Kemudian Kak Rio
bertanya kepadaku, “ Teguh, apa yang harus kamu lakukan untuk meraih
cita-citamu?”
“Kata ibuku, aku
harus belajar dengan sungguh-sungguh”, jawabku kepada Kak Rio.
“Iya benar,
selain itu kamu juga harus berdo’a agar Tuhan juga membantu dan melindungi
setiap langkahmu”
“Maksud
melindungi itu apa ya kak?”
“Kamu tidak
tahu? Beberapa dari orang yang berdasi itu berbuat curang, mereka korupsi”
“Korupsi itu apa
kak?”
“Korupsi itu
mengambil sesuatu yang bukan hak mereka, misalnya korupsi uang. Mereka
mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadinya. Mengapa mereka seperti itu?
Karena mereka tidak meminta perlindungan dari Tuhan. Oleh karena itu, mereka
melakukan tindakan yang salah. Selain itu, mereka juga tidak bersyukur dengan
apa yang telah diperolehnya. Sehingga mereka tidak pernah merasa puas dan cukup
dengan apa-apa yang sudah didapatkannya ”
“Baik kak, aku
akan mengingat pesan kakak”
Setelah Kak Rio
memberikan pesan kepadaku, kemudian bergantianlah temanku yang membaca. Satu
per satu temanku sudah membacakan tulisannya di depan. Waktu belajar pun
selesai, kami pun diperkenankan untuk kembali ke rumah.
Ketika berjalan
pulang, muncul beberapa pertanyaan dalam pikiranku. Mengapa mereka yang berdasi
dan berpakaian rapi berbuat korupsi? Sedangkan Ayahku yang hanya seorang
pemulung masih terus berjuang untuk menghidupi keluarga dengan cucuran
keringatnya setiap hari. Walaupun uang yang didapatkannya tidak seberapa
dibandingkan dengan usahanya. Bukankah mereka yang berdasi yang memiliki uang berlebih,
seharusnya dapat berbagi kepada yang masih kurang? Tetapi mengapa pada
kenyataannya tidak semua orang berdasi itu berbagi, melainkan mengambil hak
yang bukan miliknya. Padahal sudah jelas pendapatan mereka jauh lebih banyak
dari Ayah dan Ibuku. Jika dulu banyak orang yang mencurigai kami seperti orang
jahat karena penampilan kami yang terlihat kumuh, tetapi sepertinya sekarang
banyak orang jahat yang berpenampilan rapi.
Aku pun tiba di
rumah.
“ Apa yang kau
pikirkan nak? Mengapa wajahmu terdiam seperti itu?” Tanya ibuku ketika melihat
wajahku yang masih memikirkan para koruptor itu.
“Oh tidak apa
bu, aku hanya berpikir sepertinya kehidupan kita sudah lebih cukup dibandingkan
orang-orang yang berdasi itu. Karena banyak dari mereka yang mencuri uang yang
bukan miliknya. Bukankah itu menandakan bahwa mereka tidak merasa berkecukupan?Sedangkan
kita masih mampu memenuhi kebutuhan kita dari hasil kerja keras kita sendiri
tanpa mencuri”
“bukan karena
tidak merasa berkecukupan nak, hanya saja mereka kurang bersyukur dengan apa
yang telah dimilikinya” Jawab ibuku dengan tersenyum
Betapa
pentingnya bersyukur dengan segala apa yang kita miliki, karena masih banyak
orang yang keadaannya masih kurang dibandingkan dengan kehidupanku. Dengan
bersyukur tentunya aku akan merasa cukup dan bahagia. Namun, aku tetap melihat
orang-orang yang kedaannya sudah lebih baik dariku, karena mereka akan menjadi
motivasiku untuk menjadi orang yang memiliki kehidupan yang lebih baik
dibandingkan kehidupan yang sekarang.