all about my task




Saturday, May 4, 2013

Review 1 (Pendahuluan) Jurnal Perikatan


Review 1

URGENSI HUKUM PERIKATAN ISLAM DALAM
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARIAH
Oleh : Achmad Fauzi, S.HI
Calon Hakim Pengadilan Agama Balikpapan, alumnus UII



Pendahuluan
Ada dua opsi yang ditempuh dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah, yakni melalui proses litigasi di pengadilan atau non litigasi. Pengadilan Agama adalah lembaga kekuasaan kehakiman yang memiliki kewenangan absolut untuk memeriksa dan mengadili sengketa ekonomi syariah. Hal ini sesuai dengan asas personalitas keislaman dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku (Pasal 49 huruf i Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama dan Pasal 55 angka 1 Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).
Sedangkan jalur non litigasi meliputi bentuk alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution) dan arbitrase. Alternative Dispute Resolution (ADR) merupakan lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli (Pasal 1 angka 10 UU No.30 Tahun 1999).1
Sedangkan arbitrase harus dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) sebagai badan yang berkompeten menegakkan hukum Islam.2 Pengadilan Agama tidak memiliki kompetensi untuk memeriksa dan mengadili kembali terhadap materi atau substansi perkara ekonomi syariah yang telah diselesaikan melalui jalur non litigasi. Pengadilan Agama hanya memiliki kewenangan melakukan eksekusi atas keputusan Basyarnas yang dimohonkan oleh pihak yang bersengketa.
Sebagian kalangan berpemikiran bahwa proses litigasi cenderung menghasilkan kesepakatan yang bersifat adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, terkesan menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa. Sedangkan melalui proses di luar pengadilan menghasilkan kesepakatan yang bersifat “win-win solution”, dijamin kerahasiaan sengketa para pihak, dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan administratif, menyelesaikan masalah secara komperehensif dalam kebersamaan dan tetap menjaga hubungan baik. Akan tetapi, di negara-negara tertentu proses peradilan dapat lebih cepat. Satusatunya kelebihan proses non litigasi ini adalah sifat kerahasiaannya, karena proses persidangan dan bahkan hasil keputusannya pun tidak dipublikasikan.
Pemilihan model penyelesaian sengketa melalui arbitrase harus memenuhi 2 (dua) syarat, yakni: pertama, secara material bahwa yang akan diselesaikan lewat badan arbitrase hanyalah sengketa yang berkenaan dengan bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa, dan bukan mengenai sengketa yang tidak dapat diadakan perdamaian; kedua, secara formal bahwa klausula tersebut harus dinyatakan secara tertulis dalam akad pada saat kedua belah pihak akan melakukan transaksi ekonomi syari’ah, atau dibuat setelah timbul sengketa antara kedua pihak. Hal inilah yang disebut dengan perjanjian arbitrase, yakni suatu kesepakatan berupa klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa, atau suatu perjanjian arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Pasal 1 angka 3 UU No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
Tulisan ini difokuskan kepada penyelesaian sengketa ekonomi syariah melalui jalur litigasi di pengadilan dengan mengkaji dan menganalisa seberapa penting penguasaan hukum perikatan Islam bagi hakim dalam memutuskan sengketa ekonomi syariah. Hal ini dianggap perlu mengingat segala kegiatan ekonomi syariah terbentuk oleh adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri pada perjanjian, sehingga penyelesaiannya dilakukan berdasarkan isi akad.


Nama   : Tanti Tri Setianingsih
NPM   : 27211023
Kelas   : 2EB09

No comments:

Post a Comment