Kajian Tentang
Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya
Oleh:
Togap Tambunan
dan Jannes Situmorang
Jurnal Volume 4
– Agustus 2009 : 140-160
Abstract
Assessment
on interrelation of secondary cooperative with primary cooperative of their
member is aimed at: a) To identify the interralationship among provincial level
secondary cooperative with the primary cooperative of their member. b) To
identify the interralationship based on functional group implemented by
secondary cooperative to primary cooperative of their member.
This
assessment were done in 8 with the objects of secondary and primary cooperative
of their member. sample was determined by using purposive sampling. The result
of the data analysis show that: a) From the point of view of the implemenation
of all the vertical integration function of secondary cooperatives interrelated
with the primary cooperatives of their member. This interrelationship is
significant and real, but it has a weak level of interrelationship. b) From the
aspect of the implementation of vertical integration functions group of each
insitutional functions, business functions and supporting functions, the
secondary cooperative is interrelated with primary cooperatives of their
members. This interrelationship is also significant or real, but the level of
interrelationship is still weak.
This
assessment suggest so that the level of interrelationship between secondary
cooperative with the primary cooperative or their member could become stronger
then capacity building, through training, extention, socialization, empowerment
of cooperative principles, and techniques should be increased.
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Undang-Undang
Koperasi Noor 25 tahun 1992 menyebutkan bahwa koperasi sekunder adalah koperasi
yang didirikan oleh dan beranggotakan koperasi primer dan atau koperasi
sekunder berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi. Koperasi
sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun koperasi berbagai jenis
atau tingkatan. Pendirian koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan selama ini
dikenal dengan sebtan (1) Pusat, (2) Gabungan, dan (3) Induk.
Beberapa
contoh Koperasi Sekunder yanng dikenal antara lain INKOPOL, INKOPKAR, INKPRI,
INKOPDI, INKUD, IKPI, GKBI, GKSI, PUSKUD, PUSKOPDIT, PUSKOPTI, PUSKOPKAR,
PUSKSP, dan lain-lain. Hingga saat ini tercatat terdapat 156 koperasi sekunder
tingkat nasional yang terdiri dari 63 Induk Koperasi, 7 koperasi terbentuk
Gabungan, dan 86 koperasi lainnya berbentuk pusat (kementrian Koperasi dan
UMKM, 2005). Jumlah ini belum termasuk Koperasi Sekunder yang tersebar disetiap
provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia.
Sebagai
sebuah lembaga, koperasi sekunder memiliki beberapa fungsi dan peran umum.
Sesuai pasal 4 Undang-undang nomor 25 tahun 1992, fungsi dan peran tersebut
adalah: (1) Membangun dan mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota
pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk menigkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosialnya, dan (2) Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar
kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai soko
gurunya.
Sesuai
Undang-undang perkoperasian, dalam menjalankan fugsinya, koperasi sekunder
harus mampu membangun dan mengembangkan potensi ekonomi koperasi anggotanya.
Koperasi-koperasi sekunder diharapkan mampu membentuk jaringan usaha dengan
koperasi-koperasi primer dan mengembangkan kerjasama yang saling menguntungkan.
1.2
Permasalahan
fungsi
koperasi sekunder secara spesifik menurut Undang-undang Nomor 25 tahun 1992
adalah (1) berfungsi sebagai jaringan dengan sekurang-kurangnya 3 anggota untuk
menciptakan skala ekonomis dan posisi tawar, dan (2) Berfungsi sebagai “
subsidiaritas” dimana bisnis yang dilaksanakan anggota (koperasi primer) tidak
dijalankan oleh koperasi sekunder sehingga tidak saling mematiakn. Juga menurut
Undang-undang tersebut, koperasi sekunder didirikan oleh dan beranggotakan
koperasi primer dan atau koperasi sekunder berdasarkan kesamaan dan tujuan
efisiensi. Koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun
koperasi berbagai jenis atau tingkatan.
Selama ini koperasi-koperasi
sekunder terus terbentuk dan bertumbuh dengan berbagai aktivitas. Namun
eksistensi dan keterkaitan antara koperasi sekunder dengan koperasi primer
anggotanya hingga sekarang belum diketahui pasti. Juga belum diketahui peran
koperasi sekunder menjalankan fungsi-fungsinya kepada koperasi primer
anggotanya dan sebaliknya koperasi primer menjalankan kewajibannya kepada
koperasi sekunder. Karena itu, diperlukan kajian untuk mengetahui sejauh mana
keterkaitan koperasi sekunder dengan koperasi primer anggotanya.
1.3
Tujuan
kajian
Tujuan
kajian ini adalah untuk: 1) mengetahui keterkaitan antara koperasi sekunder
tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya; 2) Mengetahui keterkaitan
berdasarkan kelompok fungsi yang dilaksanakan koperasi sekunder kepada koperasi
primer anggotanya.
1.4
Ruang
Lingkup
Ruang
lingkup kajian meliputi beberapa aspek antara lain; 1) Identifikasi hubungan
fungsional dan capacity building koperasi sekunder tingkat provinsi dengan
koperasi primer anggotanya; 2) identifikasi keterkaitan usaha antara koperasi
sekunder tingkat provinsi dengan koperasi primer anggotanya; 3) Efisiensi usaha
dan bargaining position di dalam koperasi sekunder tingkat provinsi dengan
koperasi primer anggotanya.
Nama : Tanti Tri Setianingsih
NPM : 27211023
Kelas : 2EB09
No comments:
Post a Comment