Membangun Citra Koperasi
Indonesia
Oleh :
Sukidjo
(Staf Pengajar FISE Universitas Negeri Yogyakarta)
Jurnal Ekonomi &
Pendidikan, Volume 5 Nomor 2, Desember 2008
Perbandingan
Koperasi di Berbagai Negara
Konsep
koperasi adalah konsep umum yang berlaku di seluruh dunia. Ciri khas koperasi
dapat dipandang sebagai jati diri yang sejak kelahirannya hingga dewasa ini
tetap eksis meskipun politik, ekonomi, social dan budaya dunia mengalami
berbagai perubahan. Menurut Ibnoe Sudjono (1997 : 2 5) kekhasan (ciri khas)
koperasi secara universal dapat dicirikan ke dalam tiga hal, yakni :
1.
Nilai-nilai
sosial merupakan bagian integral prinsip-prinsip koperasi. Hal ini mengandung
pengertian bahwa prinsip-prinsip koperasi yang ditegakkan merupakan koreksi
terhadap sistem kapitalisme yang mengagungkan individualisme, profit motive,
kebebasan, serta persaingan. Prinsip-prinsip koperasi juga menolak faham
komunisme, yang mengagungkan “sama rasa sama rata”, tidak diakuinya hak milik
perseorangan, serta individu merupakan buruh Negara. Nilai-nilai social yang
dijunjung koperasi merupakan nilai universal antara lain kebersamaan,
demokrasi/kesamaan hak, kesejahteraan bersama serta keadilan social.
2.
Koperasi
merupakan kumpulan orang-orang (people based-association). Koperasi dapat
dipandang sebagai perkumpulan dan juga sebagai perusahaan. Koperasi sebagai
kumpulan orang inilah yang membedakan dengan perusahaan kapitalistik sebagai
perusahaan kumpulan modal/saham (capital based-corporation). Dalam koperasi
yang dipentingkan eksistensi orang-orang dan bukan modalnya.
3.
Prinsip-prinsip
koperasi merupakan garis pemandu atau penuntun pelaksanaan kegiatan usaha
koperasi, di mana pengendalian dilakukan secara demokratis dan surplus ekonomi
dibagikan atas besar-kecilnya jasa anggota terhadap koperasi. Sedangkan surplus
ekonomi yang berasal bukan dari anggota tidak boleh dibagikan untuk anggota,
melainkan harus digunakan untuk memajukan dan mengembangkan koperasi guna
meningkatkan pelayanan kepada anggota.
Menurut
Subiyakto Tjakrawerdaja (2007) ide koperasi sebenarnya bukan berasal dari
Indonesia, melainkan berasal dari negara Eropa. Oleh sebab itu, peran koperasi
di Indonesia berbeda dengan di negara lain. Di berbagai Negara, koperasi
dijadikansebagai salah satu bentuk dari suatu badan usaha yang dimiliki oleh
banyak orang, dengan prinsip satu anggota satu suara. Koperasi Indonesia tidak
hanya sekedar itu, melainkan masih diberikan peran yang strategis dalam
pembangunan yakni sebagai sarana untuk pengentasan kemiskinan. Konsep koperasi
merupakan konsep umum dunia, namun ketika koperasi akan diterapkan di Indonesia
yang digagas oleh Bung Hatta muncul perbedaan yang mendasar tentang konsep
Koperasi Indonesia. Koperasi Indonesia tidak sekedar sebagai badan usaha
seperti firma, perseroan terbatas tetapi koperasi Indonesia merupakan agen
pembangunan untuk pengentasan kemiskinan. Koperasi Indonesia mengemban misi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, koperasi Indonesia
mempunyai peran untuk menyebarluaskan jiwa dan semangat koperasi untuk dapat
dikembangkan pada perusahaan swasta dan negara. Adanya perbedaan peran koperasi
Indonesia dengan koperasi di negara lain dilatarbelakangi bahwa koperasi di
Indonesia lahir karena adanya kemiskinan struktural, di mana kemiskinan bukanlah
merupakan masalah baru bagi Indonesia dan di lain pihak sebagian besar penduduk
Indonesia masih berada dalam kategori miskin. Oleh sebab itu, perlu adanya
usaha untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia atas peran dan manfaat
koperasi untuk meningkatkan taraf hidup warga masyarakat dengan cara memberikan
contoh untuk meyakinkan bahwa sesungguhnya koperasi mampu mengelola usaha
dengan baik sehingga memberikan kesejahteraan kepada anggota. Gambaran
keberhasilan koperasi dalam membantu perekonomian dapat diketahui dari data di
bawah ini.
Menurut
Jangkung Handoyo Mulya ( 2007), keberadaan koperasi di Jerman telah mampu
memberikan kontribusi yang nyata bagi perekonomian bangsa sebagaimana halnya
koperasi-koperasi di negara-negara Skandinavia. Sementara itu, koperasi
konsumen di Singapura, Jepang, Kanada dan Finlandia mampu menjadi pesaing
terkuat perusahaan raksasa ritel asing yang mencoba masuk ke negara tersebut.
Bahkan di negara-negara maju tersebut, mereka berusaha mengarahkan
perusahaannya agar berbentuk koperasi dengan harapan masyarakat setempat
mempunyai peluang besar untuk memanfaatkan potensi dan asset ekonomi yang ada
di daerahnya (Mutis, 2003).
Menurut
Thoby Mutis (2001), di Amerika Serikat, credit union (koperasi kredit) memiliki
peran yang sangat penting khususnya di lingkungan industri, yakni untuk
memantau kepemilikan saham maupun menyalurkan gaji karyawan. Begitu pentingnya
koperasi kredit ini, maka tidak mengherankan jika para buruh di Amerika Serikat
dan Kanada memberikan julukan koperasi kredit sebagai “people’s bank”, yang
dimiliki oleh anggota dan memberikan layanan setia kepada anggota. Demikian
juga, di California terdapat koperasi Sunkis yang mampu mensuplai bahan dasar
untuk pabrik Coca Cola, sehingga pabrik Coca Cola tersebut tidak perlu memiliki
kebun sunkis sendiri, melainkan cukup membeli sunkis dari koperasi yang
dimiliki oleh para petani suknis.
Di
Jepang, koperasi difungsikan sebagai wadah perekonomian pedesaan yang berbasis
pertanian. Di pedesaan Jepang, koperasi telah mampu menggantikan fungsi bank
sehingga koperasi pedesaan ini dikenal sebagai “bank rakyat” , di mana koperasi
tersebut dalam menjalankan aktivitasnya telah menerapkan system perbankan.
Di
Indonesia, banyak juga koperasi yang berhasil, dan merupakan perusahaan yang
besar dan handal, antara lain: GKBI yang bergerak di bidang usaha batik, Kopti
yang bergerak di bidang usaha tahu dan tempe; serta KOSUDGAMA koperasi yang
berbasis di perguruan tinggi dan KUD pada era pemerintahan Orde Baru mampu
menjaga kestabilan komoditi beras.
Namun
demikian, masih banyak juga koperasi yang kinerjanya tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan, sehingga menyebabkan trauma dan citra koperasi menjadi
negative. Beberapa faktor penyebabnya antara lain adalah:
1.
Ketidakmampuan
koperasi menjalankan fungsi yang dijanjikan. Banyak alasan mengapa orang-orang
menginginkan terbentuknya koperasi, antara lain untuk memperoleh pelayanan
usaha yang optimal. Dengan berkoperasi, para anggota menginginkan dapat
memperoleh barang-barang kebutuhan pokok dan barangbarang kebutuhan usaha
secara tepat waktu dan harga yang relative lebih murah, memperoleh pinjaman
dengan syarat yang lebih mudah, dapat menjual produk dengan harga yang
menguntungkan, meningkatkan posisi tawar terhadap pihak lain, dapat mengembangkan
usaha lanjutan (misalnya pengolahan dan pemasaran) serta meningkatkan kekuatan
dalam menghadapi praktek monopoli maupun persaingan. Apabila koperasi tidak
mampu menjalankan fungsinya untuk mewujudkan apa yang diharapkan anggotanya,
sudah barang tentu para anggota merasa kecewa yang akhirnya muncul citra yang
kurang baik terhadap koperasi.
2.
Adanya
penyimpangan kegiatan usaha tidak sesuai dengan kepentingan anggota. Dalam
perkembangannya, jika tidak hati-hati dapat terjadi penyimpangan kegiatan
koperasi yang lebih mengutamakan kepentingan pengurus atau investor, sehingga
kebijaksanaan yang diambil justru digunakan untuk membela dan melindungi
kepentingan pengurus/investor. Sebagai contoh dalam koperasi simpan pinjam,
penerapan bunga pinjaman yang relatif tinggi kepada anggota, dengan maksud
dapat membayar bunga yang relatif tinggi terhadap para penabung/investor.
Contoh lain, koperasi dimanfaatkan untuk kepentingan politik atau kelompok
tertentu.
3.
Kualitas
sumber daya manusia yang rendah. Suatu organisasi termasuk koperasi akan dapat
maju dan berkembang apabila didukung oleh sumber daya yang berkualitas,
khususnya untuk pengurus atau pengelola. Perlu disadari bersama bahwa koperasi
bukan merupakan organisasi social yang usahanya memberikan santunan, bantuan
cuma-cuma, bantuan social dan sebagainya. Adalah keliru, jika seseorang ingin
menjadi anggota koperasi dengan maksud untuk memperoleh bantuan. Koperasi
merupakan organisasi ekonomi yang berwatak social, sehingga dalam menjalankan
kegiatannya tetap berpegang pada prinsip-prinsip bisnis, berusaha mengembangkan
usaha, memperoleh keuntungan, bertindak rasional, mencari dan memanfaatkan
peluang dengan tetap memperhatikan pelayanan dan kepentingan anggota. Sebagai
organisasi ekonomi, koperasi memerlukan pengurus/pengelola yang berkualitas,
sehingga mampu menjalankan manajemen organisasi dan usaha yang baik, kreatif,
inovatif dan mampu menjalin komunikasi ke berbagai pihak. Sebaliknya jika
pengurus/pengelola koperasi tidak berkualitas, maka pengelolaan usaha dilakukan
seadanya, hasil usaha yang dicapai rendah atau usahanya tidak berkembang. Jika
usaha koperasi tidak berkembang, para anggota merasa dirugikan, akibatnya
mereka merasa berkoperasi tidak ada manfaatnya sehingga citra koperasi menjadi
kurang baik.
4.
Pengawas
bekerja tidak optimal. Pengawas atau badan pemeriksa dipercaya oleh rapat
anggota ditugasi melakukan monitoring dan pengawasan jalannya kehidupan
koperasi baik organisasi, usaha, maupun administrasi pembukuan. Adanya pengawas
diharapkan dapat menyelamatkan harta kekayaan milik organisasi, anggota maupun
stakeholder yang lain. Untuk itu pengawas harus melakukan pemeriksaan secara
rutin, baik yang dilakukan secara mendadak maupun periodik dan selanjutnya
melakukan tindak lanjut apabila ditemukan adanya penyimpangan. Kenyataannya,
banyak pengawas yang tidak optimal dalam menjalankan tugasnya, tidak melakukan
pemeriksaan secara dini, hanya memeriksa sekali setahun dan dilakukan secara
sekilas. Akibatnya tidak diketahui adanya penyimpangan yang terjadi. Tidak berfungsinya
pengawas memungkinkan terjadinya penyimpangan sehingga koperasi menderita
kerugian
5.
Pengurus/pengelola
tidak jujur. Kejujuran berkaitan dengan sikap mental dan moral. Banyak koperasi
yang mengalami kebankrutan karena pengurus/ pengelolanya bersikap korup, ingin
memperkaya diri serta memanfaatkan fasilitas koperasi untuk memenuhi
kepentingan diri sendiri atau golongan.
Nama : Tanti Tri Setianingsih
NPM : 27211023
Kelas : 2EB09
No comments:
Post a Comment