KOPERASI DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI INDONESIA:
TINJAUAN PROBABILITAS TINGKAT ANGGOTA KOPERASI
DAN KEMISKINAN PROVINSI
Oleh :
Johnny W. Situmorang dan Saudin Sijabat
JURNAL VOLUME 6 - SEPTEMBER 2011 :
43 – 69
II. GAMBARAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
INDONESIA
Sesungguhnya,
berbagai program penanggulangan kemiskinan di Indonesia telah diluncurkan oleh
Pemerintah RI baik semasa Orde Baru maupun Reformasi. Pelaksanaan program
penanggulangan kemiskinan di Indonesia pada pemerintahan Presiden SBY tercantum
dalam RPJM 2004-2009 dan 2009-2014 juga sejalan dengan Milennium Development
Goals (MDGs) yang telah disepakati secara multilateral. Pada Tabel 1 terlihat berdasarkan
UU 25 tahun 2004, RPJM berisi rencana strategis untuk mengurangi tingkat pengangguran
dan kemiskinan dengan pencapaian tingkat pengangguran 5- 6% dan tingkat
kemiskinan 8-10% pada tahun 2014. MDGs dalam pertemuan puncak PBB mengeluarkan
resolusi anti-kemiskinan dan perhatian terhadap perempuan dan anak menghadapi
kemiskinan, kelaparan, dan penyakit. Pemberantasan kemiskinan di Indonesia
sejalan dengan MDGs adalah penurunan penduduk miskin dan penderita kelaparan
sampai 50%. Sementara, keberadaan koperasi berdasarkan UU 25 tahun 1992
berfungsi membangun masyarakat agar mampu meningkatkan kesejahteraan. Artinya,
keberadaan koperasi adalah untuk menanggulangi kemiskinan rakyat. Menurut David
T. Ellwood1 (2010) bahwa terdapat empat syarat untuk menciptakan lapangan kerja
dan menghapus kemiskinan, yakni ekonomi yang kuat, keunggulan komparatif jangka
panjang, kelembagaan dan pemerintahan yang kuat, dan program bagi kaum miskin
yang dirancang secara seksama.
Tabel 1.
Visi Penanggulangan
Kemiskinan Berdasarkan RPJM, MDGs, dan Perkoperasian
Sumber: Bappenas
(2009), Website UN (2011)
Program penanggulangan kemiskinan pada era kedua
pemerintahan Presiden SBY semakin dipercepat pencapaian targetnya untuk
mengurangi jumlah orang miskin. Presiden SBY selalu menekankan pentingnya penanggulangan
kemiskinan dalam era 2009-2011. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat (Menko Kesra) ditetapkan sebagai penanggungjawab pelaksanaan program
pemberantasan kemiskinan. Terdapat tiga jalur strategi pembangunan Presiden
SBY, yakni pro-growth, pro-job, dan propoor. Strategi ini adalah untuk
menurunkan tingkat penduduk di bawa garis kemiskinan, membuka kesempatan kerja,
dan berusaha. Berbagai bentuk program yang dilaksanakan disesuaikan dengan
klaster. Pada Klaster-1 melibatkan 7 kementerian dan lembaga dengan 8 program.
Klaster-2 melibatkan 13 kementerian dan lembaga dengan 17 program. Klaster-3
melibatkan 16 kementerian dan lembaga dengan 25 program.
Hampir
semua kementerian melaksanakan program
pemberantasan kemiskinan. Dalam rangka koordinasi, Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat (Kemenko Kesra) sebagai koordinator
implementasi semua program penanggulangan kemiskinan telah merumuskan rencana strateginya dengan
sasaran utama adalah menurunkan jumlah
penduduk miskin laki-laki dan perempuan2. Menurut Kemenko Kesra (2008), bahwa koordinasi dan
harmonisasi penanggulangan kemiskinan yang melibatkan berbagai lembaga membagi target kebijakan berdasarkan
klaster. Klaster-1 merupakan
kelompok rumahtangga kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin yang merupakan kelompok masyarakat termiskin
dari yang miskin, tertinggal,
dan tidak memiliki modal apapun. Pada tahun 2008, target rumah tangga sasaran (RTS) mencapai 18,5 juta dan pada tahun 2014
tentunya RTS akan berkurang.
Mereka termasuk dalam kategori kemiskinan struktural yang terparah yang sangat membutuhkan perlindungan sosial.
Klaster-2, kelompok masyarakat
miskin yang berpotensi mandiri bila diberikan bantuan. Sedangkan Klaster-3 adalah kelompok masyarakat miskin tapi sudah
bisa mandiri dan mengembangkan
diri dalam bisnis dan penciptaan lapangan kerja. Jenis bantuan sosial yang ditujukan pada Klaster-1 antara
lain adalah jaminan kesehatan
dan pemberian beras murah bersubsidi. Bantuan yang diberikan untuk Klaster-2 adalah dalam bentuk pemberdayaan
masyarakat yang termasuk dalam
skema PNPMM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri) atau Program Mandiri, seperti program
pengembangan kecamatan (PPK) dan
Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP pada tahun 2007, awal PNPMM. Sampai tahun 2011, berkembang menjadi beberapa program.
Program
Mandiri memfasilitasi masyarakat agar terdorong bangkit bersama dalam hal
merencanakan, melaksanakan hasil perencanaan, dan mengawasi hasil pelaksanaan
dari rencana yang telah disusun oleh masyarakat. Proses dalam Program Mandiri merupakan
proses pembelajaran masyarakat untuk hidup mandiri dalam hal nilai, kemitraan,
demokratisasi, kesetaraan gender, dan ekonomi. Mulai tahun 2009, Program
Mandiri mencakup seluruh kecamatan yang mendapatkan Bantuan Langsung Masyarakat
(BLM) untuk orang miskin dan wilayah tertinggal dalam rangka, pertama,
pengembangan masyarakat, kedua BLM sebagai stimulan atau pelengkap keswadayaan masyarakat,
ketiga adalah peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal, dan keempat,
pengelolaan dan pengembangan program. Salah satu sumber pembiayaan PNPM pada
tahun 2011 adalah Asian Development Fund dengan nilai US $50.00 juta
untuk proyek infrastruktur perdesaan mencakup 1724,0 desa di propinsi-propinsi
Jambi, Lampung, Riau, dan Sumatera
Selatan.
Pada
Klaster-3, target grupnya adalah masyarakat yang termasuk kategori mandiri dan
mampu mengembangkan diri sendiri. Kegiatan yang masuk dalam program ini adalah
pemberdayaan dan pengembangan usaha. Dalam strata kemisikinan, kelompok miskin
ini termasuk kategori miskin pada lapisan atas. Dengan perlakuan sedikit saja
kelompok ini sudah mampu masuk kelompok tak miskin. Pada umumnya, kelompok ini
mencakup masyarakat yang tergabung dalam koperasi serta usaha skala mikro,
kecil, dan menengah, termasuk koperasi (KUMKM). Mengacu pada Klaster-3 ini,
sasaran masyarakat miskin kemungkinannya adalah kelompok miskin pada lapisan atas
atau di atas garis kemiskinan. Oleh karena itu, manakala Kementerian KUKM
meluncurkan program pemberantasan kemiskinan, sasarannya adalah kelompok UMKM,
khususnya pengusaha skala mikro yang jumlah entitasnya terbanyak dan lemah
dalam segala hal.
Tanggungjawab
pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan ditunjukkan oleh penyediaan anggaran
pembangunan. Menurut Kemenko Kesra (2011), nilai alokasi anggaran penanggulangan
kemiskinan selalu meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2002, nilai anggaran
sebesar Rp.16,5 triliun dengan jumlah orang miskin 38,4 juta orang dan menjadi
Rp.94.0 triliun dengan jumlah orang miskin menjadi 31,02 juta pada tahun 2010.
Selama tahun 2002 sampai 2010 secara kumulatif, total anggaran penanggulangan kemiskinan
telah mencapai Rp.389,70 triliun atau rata-rata Rp.43,30 triliun per tahun.
Selama periode tersebut, rasio anggaran penanggulangan kemiskinan dan jumlah
orang miskin adalah sebesar Rp.1.21 juta per orang. Bila dibandingkan dengan
nilai pendapatan (salary) rata-rata buruh di sektor manufaktur selama
2005-2009, rasio anggaran dan salary tersebut adalah 4.693. Artinya, nilai
alokasi tersebut sebesar 4.69 kali salary buruh di sektor manufaktur.
Kementerian
KUKM termasuk lembaga pemerintah yang cakupan penanggulangan kemiskinan dalam
Klaster-3. Posisi KUMKM di Indonesia sangat strategis dari jumlah pelaku dan
penyerapan tenaga kerja. Menurut Kementerian KUKM (2010), pada tahun 2009, jumlah
koperasi lebih dari 170 ribu unit dengan anggota lebih dari 29 juta orang atau
rata-rata 245.12 per koperasi aktif. Penyerapan tenaga kerja koperasi sebesar
325.16 ribu orang atau rata-rata 2.73 orang per koperasi aktif. Sedangkan
jumlah UMKM lebih dari 52 juta unit yang sebagian besarnya adalah skala usaha
mikro sebanyak 98.9%, usaha kecil 1.01%, dan sisanya usaha skala menengah.
Dengan penyerapan tenaga kerja UMKM mencapai 90 juta orang atau rata-rata 1.73 orang
per unit usaha, UMKM adalah badan usaha utama pendukung lapangan kerja. Dengan
demikian penanggulangan kemiskinan melalui jalur KUMKM sangat strategis. Itu
sebabnya, pemerintah memberikan perhatian besar pada pengembangan KUMKM. Pada
tahun 2005, Presiden RI telah mencanangkan Tahun Keuangan Mikro dengan
meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat melalui sektor perbankan. Pada
peringatan Hari Koperasi ke-63, 15 Juli 2010 di Surabaya, Presiden SBY telah
memerintahkan agar pejabat pemerintah serius mengatasi masalah perkoperasian
agar mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat (Sularso, 2010). Awal tahun 2011,
dibangkitkan lagi oleh Presiden Gerakan Kewirausahaan Nasional. Bahkan pada
setiap hari ulang tahun koperasi, selalu disertai dengan slogan bahwa “koperasi
itu solusi penanggulangan kemiskinan”. Fungsi pemerintah dalam pembangunan
koperasi semestinya bersama Dewan Koperasi yang terbentuk karena perintah UU
tentang perkoperasian.
Kementerian
KUKM sejak tahun 2003 telah mengembangkan program dalam rangka penanggulangan
kemiskinan pada Klaster-3 ini. Bentuk kegiatan yang diluncurkan adalah Bantuan
Langsung Sosial (BLS) untuk pembiayaan KUKM, Bantuan Pinjaman Dana Bergulir
yang dilaksanakan oleh Badan Layanan Umum (BLU) dengan nama Lembaga Pembiayaan
Dana Bergulir (LPDB), dan Bantuan Teknis Peningkatan Kapasitas Pengelola
KUMKM.Skim BLS sepenuhnya bersumber dari Anggaran Belanja Pemerintah (APB Negara
dan Daerah) yang tidak dikembalikan oleh penerima bantuan. Sedangkan pembiayaan
melalui LPDB bersumber dari APBN/D dan hasil pengembalian perguliran dana sebelumnya.
Sasaran BLS adalah UMKM dan Koperasi yang secara nyata belum mampu
berkompetisi, sementara sasaran LPDB adalah UMKM yang tergabung dalam koperasi
yang sudah mampu mengembangkan usaha tapi kategori non-bankable. Alokasi
anggaran BLS telah mencapai triliunan rupiah sementara dana LPDB mencapai
miliaran rupiah meskipun dana pembiayaan yang tersedia mencapai setidaknya satu
triliunan rupiah. Secara teknis, pada tahun 2011, akses pembiayaan BLS semakin
dipermudah oleh pemerintah dengan alasan bahwa koperasi sasaran adalah koperasi
yang sangat membutuhkan dukungan dan perlindungan pemerintah. Demikian juga
akses pembiayaan LPDB, namun untuk kasus pinjaman skala besar lebih menuntut
administrasi dan jaminan keikutsertaan koperasi yang lebih jelas. Semua bantuan
pembiayaan KUMKM disalurkan melalui lembaga koperasi sebagai badan hukum.
Nilai
realisasi bantuan dana bergulir selama tahun 2000-2007 di Kementerian KUKM
mencapai Rp.1.4 miliar mencakup 12.273 koperasi. Khusus dana bergulir Program
Agribisnis, nilai alokasi mencapai Rp.321.7 miliar yang melibatkan 448
koperasi. Program ini ingin membangkitkan koperasi sebagai lembaga keuangan
mikro untuk pembiayaan UMKM. Salah satu bantuan dana bergulir yang menarik
adalah Program Perkassa5 yang diperuntukkan bagi pemberdayaan perempuan melalui
koperasi. Nilai alokasi PERKASSA nasional sebesar Rp.24.7 miliar dan Koperasi
Wanita (Kopwan) penerima sebanyak 247 unit. Dana bergulir Perkassa telah mampu
membiayai sebanyak 6.175 orang anggota Kopwan sebagai pengusaha mikro (Anonim, 2009).
Menurut Situmorang (2010a; 2010b), Program Perkassa mampu memberdayakan
perempuan ibu rumah tangga sebagai pengusaha mikro. Dengan bantuan dana Rp100
juta per koperasi atau Rp.4.0 juta per anggota koperasi, Pr ogram Perka ssa te
lah menggerakkan aktifita s ek onomi ke luarga yang pada umumnya keluarga
miskin di perdesaan dan memosisikan koperasi semakin kuat.
Bantuan
dana perbankan untuk penguatan usaha adalah melalui program Kredit Usaha Rakyat
(KUR) sejak tahun 2007. Peluncuran Program KUR oleh Presiden SBY adalah sebagai
tindak lanjut dari Tahun Keuangan Mikro. Skema KUR adalah kredit umum perbankan
dengan pola penjaminan pemerintah sebesar 70-80% dari nilai pinjaman yang
pelaksanaannya oleh PT. Askrindo dan PT. Jamkrindo dengan dukungan Lembaga
Penjaminan. Sasaran program ini adalah KUMKM yang layak tapi tidak memiliki
kolateral. Bank pelaksana adalah Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, Bank BTN,
Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri. Pada tahun 2008 penyaluran KUR sebesar
Rp.6.88 triliun mencakup 672.284 debitur atau rata-rata Rp.10.23 juta per
debitur. Pada tahun 2010, bank pelaksana bertambah menjadi 13 dengan ikutnya bank
daerah. Nilai penyaluran KUR hanya Rp.17.23 triliun mencakup 1.44 juta debitur
atau rata-rata Rp.11.98 juta per debitur dengan non-performance loan 6.2%.
Pada tahun 2010, KUR diperluas untuk tenaga kerja Indonesia (TKI) dengan nilai
Rp.5-10 juta (Kemenko Ekonomi, 2011). Secara nasional, pelaksanaan K UR be lum
signifikan keber hasilannya karena ni lai rea lisasi di bawah Rp.20 triliun.
Dalam praktek, persyaratan administratif, seperti tuntutan atas legalitas usaha
dan langkanya surat-surat ijin pengusaha KUMK sering menjadi penghambat akses
KUR. Padahal, pada umumnya, skala usaha mikro hampir tidak memiliki legalitas
bisnis dan perijinan.
Skema
BLS, LPDB, dan KUR sesungguhnya adalah untuk menanggulangi kemiskinan melalui
pengembangan bisnis KUKM. Ketika koperasi yang memperoleh dana perkuatan modal
maka dana tersebut akan disalurkan kepada anggota koperasi. Anggota koperasi
pada umumnya adalah kelompok masyarakat yang lemah usahanya dan mungkin tingkat
kesejahteraannya rendah. Meskipun tingkat kesejahteraan rakyat tidak semata-mata
ditentukan oleh penyaluran dana dan perkembangan usaha rakyat. Tetapi, manakala
jumlah KUMKM yang sangat banyak dengan anggota koperasi yang mencapai lebih
dari 29 juta orang, pada saat yang sama jumlah orang miskin juga masih sangat
banyak, mencapai lebih dari 30 juta orang. Sangat menarik diungkapkan relasi
pemberantasan kemiskinan dengan upaya penanggulangan kemiskinan pada Klaster-3.
Dengan program penanggulangan kemiskinan oleh Kementerian KUKM, harapannya
semua anggota koperasi bukan menjadi bagian dari kemiskinan.
Nama : Tanti Tri Setianingsih
NPM : 27211023
Kelas : 2EB09
No comments:
Post a Comment