Kajian Tentang
Keterkaitan Koperasi Sekunder Dengan Koperasi Primer Anggotanya
Oleh:
Togap Tambunan
dan Jannes Situmorang
Jurnal Volume 4
– Agustus 2009 : 140-160
VI.
GAMBARAN UMUM KOPERASI SAMPEL
4.1 Koperasi Sekunder Tingkat Provinsi
Dari hasil
survei lapangan pada 8 provinsi, diperoleh 33 koperasi sekunder. Jumlah
tersebut dibagi dalam 12 jenis koperasi masing-masing: (1) PUSKUD (Puskud
Jatim, Jateng, Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut dan Kalbar); (2) GKSI Jateng; (3)
PUSKOPDIT (Puskopdit Jateng, NTT, Sumut); (4) PUSKUD MINA (Puskud Mina Jatim);
(5) PKP-RI (PKP Sumbar, NTT, Sulsel, Sumut, Lotim dan Lobar); (6) PUSKOPPAS
(Puskoppas Sulsel); (7) PUSKOPPONTREN (Puskoppontren Sulsel); (8) PUSKSP
(Puskospin Jatim, NTB); (9) PUSKOPWAN (Puskopwan Jatim, Sumbar, Sulsel); (10)
PUSKOPPOLDA (Puskoppolda Sumbar, NTT, Sulsel Puskopad A’DAM VII/WRB, Sumut);
(11) PUSAT KOPERASI VETERAN (Puskop Purnawirawan & Warakawuri TNI &
Polri NTT), dan (12) PKSU (PKSU NTB dan Kalbar).
Sesuai data yang terkumpul, sebagian koperasi-koperasi
sekunder tingkat provinsi mengalami perkembangan yang makin maju, sebagian lagi
tidak mengalami kemajuan berarti atau tetap statis dan sebagian lainnya malah
mengalami perkemangan yang makin menurun. Keragaan masing-masing koperasi
selama 5 tahn terakhir menurut urutan nilai-nilai yang paling tinggi hingga
terendah.
Dari sisi jumlah anggota, PUSKUD memiliki anggota (KUD)
yang paling banyak, disusul PKP-RI. Sedangkan koperasi-koperasi lainnya
memiliki jumlah anggota lebih sedikit (kurang dari 100 unit). Pada jumlah unit
usaha, PUSKUD, PUSKOPPOLDA dan PUSKUD MINA memiliki jumlah yang lebih banyak.
Dari sisi usaha, jumlah modal dan volume usaha PUSKUD, GKSI Jateng dan
PUSKOPWAN mencapai nilai terbesar. Namun pada nilai SHU, tiga koperasi yang
mencapai nilai yang palling besar adalah PUSKOPPAS, PUSKOPPOLDA, dan PUSKUD.
Meskipun dari modal PUSKUD memiliki modal yang paling besar adalah PUSKOPPAS
dan PUSKOPPOLDA. Sementara itu PUSKUD MINA mengalami kerugian dimana SHU-nya
bernilai rata-rata negatif dalam 5 tahun terakhir.
Sesuai data yang terhimpun, sebanyak 69,70% koperasi
sekunder tingkat provinsi sampel (atau 23 koperasi) sudah memiliki gedung
kantor berstatus milik sendiri. Sebanyak 24,24% atau 8 koperasi menempati gedung kantor berstatus
pinjaman, dan sebanyak 6,06% atau 2 koperasi masih menempati gedung kantor
dengan status kontrak. Dari segi usia, sebanyak 33,33% koperasi berusia lebih
dari 20 tahun, sebanyak 30,30% berusia 10 sampai 20 tahun, dan sisanya 36,36% berusia
3 sampai 9 tahun.
Sebanyak 54,55% koperasi sekunder tingkat provinsi
melakukan RAT setiap tahun dalam 5 tahun terakhir. Sedangkan yang melakukan RAT
empat kali sebanyak 15,15%, tiga kali sebanyak 6,06%, dan yang tidak melakukan
RAT sama sekali sebanyak 6,06%. Data ini menunjukkan masih cukup banyak
koperasi sekunder yang menyelenggarakan RAT setiap tahun. Ini menunjukkan
mereka cukup aktif dan tetap menjalankan ketentuan administrasi secara baik.
Dari sisi provinsi, 4 provinsi masing-masing Jawa Timur,
Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sumatera Barat, hampir 90% Koperasi
sekundernya aktif menyelenggarakan RAT setiap tahun selama 5 tahun terakhir.
Tiga provinsi masing-masing NTT, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara kurang
darri 50% koperasi sekundernya menyelenggarakan RAT setiap tahunnya. Bahkan
masing-masing satu koperasi sekunder dari NTT, Sulawesi Selatan dan Sumatera
Barat hanya menjalankan RAT satu kali selama 5 tahun terakhir.
Dari sisi permodalan, hampir semua koperasi sekunder
tingkat provinsi mengeluhkan kekurangan modal untuk pembiayaan usahanya. Namun
dengan segenap keterbatasan yang ada mereka tetap berusaha untuk tetap eksis
menjalankan usaha yang ada. Rata-rata Koperasi sekunder menghadiri RAT yang
diselenggarakan koperasi primer anggotanya. Namun dalam hal kerjasama membangun
jaringan usaha yang saling terkait dengan usaha anggotanya, jarang dilakukan.
Ada beberapa koperasi primer sampel menyatakan tidak memperoleh informasi
memadai dari koperasi sekunder dalam kegiatan pengembangan usaha dan informasi
pasar.
4.2 Koperasi Primer Anggotanya
Koperasi primer
anggota dari koperasi sekunder yang terpilih dalam penelitian ini berjumlah 107
koperasi. Jumlah ini dikategorikan menurut 12 jenis koperasi sekunder tingkat
provinsi dengan perincian sebagai berikut: (1) KUD), 26 koperasi (2)KUD Susu, 4
koperasi; (3) KOPDIT, 11 koperasi; (4) KUD MINA, 2 koperasi; (5) KPRI, 24
koperasi; (6) KOPPAS, 6 koperasi; (7) KOPPONTREN, 1 koperasi; (8) KSP, 7
koperasi; (9) KOPWAN, 5 koperasi; (10) KOPPOLDA, 12 koperasi, dan (11) KSU, 9
koperasi.
Pada umumnya sebagian koperasi primer mengalami
perkembangan yang makin maju, sebagian lagi tidak mengalami kemajuan berarti
atau tetap statis dan sebagian lainnya mengalami penurunan.
Dari sisi jumlah anggota, KUD Susu memiliki anggota jauh
lebih banyak diikuti, KUD MINA, KOPDIT, KUD, dan seterusnya. Pada sisi
pengurus, KSP, KOPWAN, dan KOPPONTREN memiliki jumlah pengurus lebih banyak
dibanding koperasi-koperasi lainnya. Untuk jumlah unit usaha, KSI memiliki
jumlah yang lebih banyak (9 unit) diikuti masing-masing oleh KUD MINA dan KUD.
Dari
sisi modal, KUD memiliki modal terbesar mencapai Rp11,4 milyar jauh di atas
koperasi-koperasi lainnya. Modal terbanyak kedua dicapai oleh KUD Susu dissul
KOPDIT dan KOPWAN. Pada nilai volume usaha, KSI mencapai volume usaha terbesar
disusul KOPWAN dan KOPPAS. Sedangkan nilai SHU erbesar dicapai oleh KOPPAS
disusul KUD dan KSP. Sedangkan KUD MINA mencapai nilai SHU terendah.
Dari sisi ratio keuangan, KOPPOLDA, KSU, KPRI, dan KUD
mencapai nilai solvablitas dan likuiditas yang lebih besar. Yang memiliki arti
keempat koperasi tersebut memiliki kemampuan lebih baik dalam mengembalikan
hutang. Sedangkan untuk ratio rentabilitas, 5 koperasi yang mencapai nilai
paling besar adalah KPRI, KOPPAS, KOPPOLDA, KOPWAN, dan KSP. Nilai ini memiliki
arti ari setiap seratus rupiah harta masing-masing koperasi, mampu menghasilkan
nilai SHU sebesar nilai persentase masing-masing.
Dari data yang terkumpul diketahui bahwa sebanyak 69,16%
koperasi primer sampel atau 74 koperasi sudah memiliki gedung kantor berstatus
milik sendiri. Sebanyak 10,28% atau 11 koperasi menempati gedung kantor
berstatus sewa, dan sebanyak 20,56% atau 22 koperasi masih menempati gedung
kantor dengan status pinjaman. Dari segi usia, sebanyak 39,25% atau 42 koperasi
berusia lebih dari 20 tahun. Juga sebanyak 39,25% koperasi berusia 10 sampai 20
tahun, dan sisanya 21,49% atau 23 koperasi berusia 3 sampai 9 tahun. Dari data
ini, 78,50% kopersi primer sampel sudah berusia lebih dari 10 tahun.
Perkembangan koperasi primer anggota koperasi sekunder
tingkat provinsi dominan lebih baik. Dari 107 koperasi primer anggota, 64
koperasi melaksanakan RAT setiap tahunnya selama 5 tahun terakhir. Ini
menunjukkan pada umumnya semua koperasi primer anggota masih beroperasi secara
aktif dan konsisten menjalankan RAT setiap tahunnya.
Secara umum, koperasi primer sampel tetap memenuhi
kewajiban mereka yakni membayar simpanan pokok dan wajib kepada koperasi
sekunder. Kesulitan utama yang dihadapi koperasi primer adalah permodalan yang
terbatas. Kesulitan lainnya adalah mengenai kemampuan sumber daya manusia
pengurus koperasi yang belum baik.
Rata-rata koperasi primer terjalin usahanya dengan
koperasi sekunder hanya sebatas organisasi dan belum kepada pelaksanaan
fungsi-fungsi secara nyata. Rata-rata koperasi primer membutuhkan campur tangan
pemerintah menangani permasalahan yang mereka hadapi mengenai bantuan
permodalan, pembinaan dan pelatihan managemen serta kerjasama dengan berbagai
pihak.
Nama : Tanti Tri Setianingsih
NPM : 27211023
Kelas : 2EB09
No comments:
Post a Comment